Ki Dalang Matadi senguru, lakon Pendowo Swargo wayang malangan
Автор: KAPTEN CIKO
Загружено: 2022-11-17
Просмотров: 46284
Описание:
Tiga puluh enam tahun telah berlalu sejak pecah perang Baratayuda antara Pandawa dan Kurawa yang dimenangkan oleh pandawa. Sejak itu kerajaan Astina di bawah pimpinan prabu Yudhistira berhasil mewujudkan suatu negara yang subur makmur gemah ripah loh jinawi kerta tur raharja. Jauh daris engketa politik tidak seperti ketika negara amsih dikuasi kaum Kurawa, dimana Pandawa harus mengalami hidp sengsara merana di hutan belantaa 13 tahun lamanya.
Akan tetapi perjalanan hidup tidak selalu langgeng, situasi dan kondisi turut menentukan, terutama setelah meninggalnya para pini sepuh seperti Destarata, Gendari, Kunti dan kresna, Pandawa seperti kehilangan pegangan. Kelezatan dan kemewahan tak mampu menjamin ketenangan batin. Resah gelisah dan serba salah akhirnya menimbulkan rasa jenuh, seolah mereka sudah tidak betah lagi tinggal di dalam istina. Untuk menetralisir keadaan, Yudhistira bersama saudara-saudaranya sepakat akan minta nasehat Begawan Abiyasa di pertapaan Ukir Retawu.
Bersabdalah sang Begawan: “Cucuku, segala sesuatu yang diciptakan tidak ada yang sempurna. Begitu pula hidup di dunia tidak ada yang langgeng, cepat atau lambat kita akan kembali menghadap Yang Maha Kuasa. Karena itu aku menasehatkan agar kalian segera berpindah dari istana kerajaan dengan segala kelezatan dan kemewahannya, pindah ke istana alam dengan segala keasliannya untuk mencapai kemuliaan akherat sambil menunggu kedatangan Hyang Kala,” ujarnya.
Wejangan Abiyasa itu memberi tanda lampu kuning, agar Pandawa meninggalkan kelezatan duniawi beralih mencari kemuliaan akhirat, mempersiapkan diri bila sewaktu-waktu dipanggil menghadap Tuhan Maha Kuasa. Atas wejangan itu Pandawa sepakat akan meninggalkan kerajaan membuang diri menjelajah alam terbuka bertapa mendekatkan diri dengan Hyang Maha Tungal. Sedang untuk meneruskan tahta kerajaan telah diangkat Parikesit sebagai raja Astinapura.
Demikianlah pada hari yang telah ditetapkan, para Ksatria Pandawa bersama Drupadi meningalkan istana dengan perasaan pilu diiringi isak tangis keluarga dan rakyatnya. Tidak sepotong pun harta dunia yang dibawa, bahkan pakaian pun terbuat dari kulit. Ketika mereka keluar dari istana seekor anjing mengikuti dari belakang. Mereka berjalan ke arah timur masuk hutan keluar hutan, kemudian berbelok ke selatan dan akhirnya sampai di pegunungan Himawan (Himalaya) yang di situ terbentang alam terbuka gurun pasir yang terhampas luas sejauh mata memandang. Gurun itulah yang akan mereka tempuh. Setelah bersemadi beberapa saat, mulailah mereka memasuki istana alam di bawah teriknya sinar matahari menyengat sekujur badan.
Tiba-tiba Drupadi mengaduh dan jatuh terkulai serta tak lama kemudian menemui ajal, Bima sedih melihatnya dan bertanya: “Kakangku, Drupadi telah mati, apakah ia membawa dosa?”
Yudhistira: “Adikku Bima, setiap kematian membawa dosa. Semasa hidupnya Drupadi bertindak pilih kasih. Ia lebih mencintai Arjuna daripada kita. Dosa itulah yang akan ia bawa,” jelasnya.
Tidak lama kemudian Sadewa pun terjatuh dan ajal seketika. Bima bertanya: “Kakang lihat, Sadewa pun mati, apa pendapatmu?”
Yudhistira: “Adikku, Tuhan tidak menyukai orang yang sombong. Ketika masih hidup Sadewa suka menyombongkan diri, bahwa dialah yang paling pintar tak ada yang mengungguli. Padahal setiap manusia mempunyai keterbatasan. Itulah dosanya.”
Perjalanan diteruskan dan semakin jauh menyelusuri gurun pasir dan kelelahan pun semakin terasa. Tiba-tiba nakula pun tejratuh dan menghembuskan nafas yang terakhir. Bima kembali bertanya: “Kakang Yudhis, Nakula pun menyusul, bagaimana pendapatmu?”
“Jika seseorang merasa dirinya lebih dari yang lain, maka orang itu takabur. Begitupun Nakula. Ia merasa dirinya yang paling tampan tiada duanya. Itu pertanda hatinya tak setampan lahirnya. Karena itu ia tak dapat mengikuti kita,” jelasnya. Belum kering mulut Yudhistira berkata, giliran Arjuna jatuh terkulai mengalami nasib yang sama. Padahal kesaktiannya seperti Hyang Indra “Apakah dosanya Kang?”
Yudhistira: “Arjuna pun terkena penyakit takabur. Ketika anaknya mati, ia telah sesumbar sanggup mengalahkan musuh dalam satu hari sebelum matahari terbenam. Padahal kesanggupannya hanya terdorong oleh nafsu semata, sehingga janjinya tak dapat dibuktikan. Itulah dosanya.”
suber : https://wayang.wordpress.com/2010/07/...
#matadi
#kimatadi
#petruk
#dosomuko
#pendowoswargo
#panduswargo
#semar
#garengtralala
#wayangmalang
Повторяем попытку...
Доступные форматы для скачивания:
Скачать видео
-
Информация по загрузке: